el Bashiroh
Mencerahkan Rohani Bangsa


Al Bashiroh

[ Edit ]

Kembali ke Manhaj Dakwah Nubuwwah

Dalam proses kehidupan umat Islam di dunia ini, wa bilkhusus biladinaa Indonesia ini, mau tidak mau kita akan mengalami berbagai macam fenomena (kejadian) yang sedikit banyak membuat kita terkadang panik, gusar, pusing, dan akhirnya berhenti di tengah jalan. Mungkin disatu sisi kita tidak punya ilmu cukup didalamnya, atau kita yang tidak punya nyali yang cukup untuk berjuang didalamnya. Hingga secara tidak sadar akhirnya posisi kita dipojokkan oleh berbagai macam masalah yang kita telah campakkan perhatian kita dari hal tersebut.

Kasus paling mudah dalam masalah bernegara, kita tak ubahnya seperti siput membawa rumahnya, dimana-mana dia berjalan selalu dalam keadaan yang sama penat, lelah, capek dan lain sebagainya. Kita terlalu memperjuangkan berbagai macam teori, keilmuan, yang sama sekali tidak mempunyai nilai purna. Hingga negara yang kita diami ini pun mulai goyah, dengan berbagai macam tingkah polah instrumen didalamnya (mulai dari presiden, menteri, gubernur, bupati, camat sampai lurah) tidak punya sikap dan tindakan yang jelas dalam mengevaluasi hasil kinerja instrumen negara. Hal ini karena kita terlalu percaya diri dalam menggunakan sistem yang seharusnya kita buang jauh-jauh.

Dalam hal utang negara yang menggunung, kita masih saja mengadopsi sistem perekonomian yang liberal alias kapitalisme, di mana negara yang kaya akan selalu melumat negara yang miskin. Dalam hal dakwah misalnya, kita masih tergiur dengan berbagai macam dakwah yang disampaikan oleh muballigh model Aa' Gym, model ustadz Haryono, dan berbagai macam model muballigh tilfasiyyah lain, yang kesemuanya itu bukan malah menyemarakkan Islam akan tetapi hanya sebuah fenomena umum, yang sama tidak mempengaruhi khasanah keilmuan Islam. Kenapa kita tidak membuka kembali referensi ilmiyyah islamiyyah yang pernah kita pelajari di pesantren dahulu atau masih berlangsung. Seperti halnya tarikh shahabiy, siroh nabawiyyah dan lain sebagainya, maka kita baru mengetahui dan mengerti bahwa parameter yang paling sesuai dalam berdakwah adalah manhaj nubuwah sendiri. Terlepas dari itu semua, keberadaan manhaj selain manhaj nubuwah hanya merupakan sepercik bias dari Nur Muhammadiyyah Shalallahu alaihi wasalam. Terus bagaimana dengan sumber nur itu sendiri?

Kenapa kita harus memilih manhaj nubuwah? seberapa besar kualitasnya? apakah masih up to date (sesuai dengan zaman )? Sebenarnya pertanyaan seperti itu harusnya dijauhkan dari pikiran kita, yang harusnya ditanyakan adalah seberapa jauh kesiapan kita untuk mengaplikasikan manhaj dakwah nubuwah pada lingkungan dan daerah kita. Karena selama ini lingkungan kita sama sekali tidak pernah tersentuh oleh manhaj dakwah nubuwah, kecuali manhaj yang diadopsi oleh salaf soleh yang telah berjalan di beberapa negara timur tengah, yang dekat sekali dengan Makah dan Madinah sebagai central of religion dan sebagian dari negara lain termasuk Indonesia yang terkenal dengan dakwah Wali Songo.

Manhaj Da'wah dalam perspektif Islam adalah suatu metode penyampaian risalah keagamaan yang diadopsi (diambil) dari Nabi dan pengikutnya. Da'wah adalah kewajiban setiap pribadi muslim, tanpa melihat siapa dia dan apa statusnya, da'wah adalah kewajiban semua elemen masyarakat, hal ini diungkapkan Habib Abdullah bin Alwy al Haddad dalam karyanya ad Da'wah at Tammah. Namun pengertian da'wah oleh sebagian masyarakat kita diartikan bahwa ruang lingkup da'wah hanya terbatas di atas mimbar, majlis ta'lim, atau lembaga Islam lainnya. Oleh karena itu ideal sekali jika kita mengetahui definisi da'wah itu sendiri sebelum kita terjun kedalamnya.

الدعوة: بذل الجهاد فى سبيل إعلاء كلمةالله واقامة المجمع الإسلام

Da'wah adalah mengerahkan segala kemampuan demi menjunjung tinggi kalimatullah (agama) dan mewujudkan masyarakat yang Islami.

Dari definisi diatas dapat kita pahami bahwa suatu negara belum dikatakan sempurna , jika hanya sekedar memberi kebebasan beribadah tanpa terwujudnya suatu Sistem Khilafah Islam (sistem kepemimpinan Islam).

Dalam karya Prof.DR. Sayyed Muhammad Alwy al Maliky yang diberi nama al-Qudwah al-Hasanah, beliau berkata: bahwa untuk mengetahui metode Da'wah yang benar, kita harus kembali mempelajari siroh nabawiyyah (di dalamnya dikisahkan bagaimana Rasul sukses mengkonsep dan membentuk generasi umat yang tahan banting artinya sanggup mengadopsi (mengambil) kalam Rasulullah dan mengaplikasikannya (mempraktekan) langsung ke dalam kehidupan sehari-hari, sehingga al-Quran pun memuji mereka (sahabat) sebagai khaira ummatin ukhrijat linnaas). Hingga dalam jangka waktu yang relatif singkat (23 tahun), beliau sanggup menyinari jazirah arab dengan cahaya Islam, bahkan sampai menyebar ke seantero jagad raya, dan sistem kepemimpinan Islam yang paling sukses (yang dicatat oleh sejarah baik dunia yang dipelopori oleh Michael Hart dalam bukunya 100 tokoh berpengaruh di dunia atau Islam sendiri).

Dalam kitab beliau, digambarkan bahwa konsep yang digunakan sahabat dalam menerima ajaran dari Rasulullah dengan cara "as sam'u wa at tha'ah", sehingga mereka oleh sebagian Ulama digambarkan sebagai:

هم أسُدٌ فى النهار ورهبان فى الليل

Mereka adalah singa-singa (medan perang) di siang hari dan para Rahib di malam hari (karena khusuk dan banyak beribadah)

Sehingga kita dapati diantara mereka, bila diperintah menaklukkan suatu negeri, mereka tidak sempat tanya, kemana? berapa lama? karena yang terbayang dalam benak mereka hanya tersebarnya Agama Allah secara universal.

Di masa khalifah Umar Ra. Islam berada di masa keemasannya, kekayaan melimpah, negeri -negeri Islam damai sejahtera, ''Baitul mal '' (semacam penyimpanan harta kaum muslimin) penuh dengan harta rampasan (ghanimah) sampai-sampai Khalifah Umar Ra, berinisiatif untuk menggaji setiap tentara dan membelanjakan sisanya untuk kemaslahatan umat. Tahun 1924 M sistem Khilafah Islamiyah yang sangat di banggakan itu runtuh dengan usaha Barat melalui agen mereka Mustafa Kemal Pasha atTurk, da'wah Islamiyah pun memudar, cahaya Islam pun meredup. Gelar "Khairu Ummah" sudah tak layak di sandang, bagaimana tidak? dalam satu Organisasi saja tidak bisa kompak apalagi menghujat, merendahkan tanpa alasan yang jelas. Benarlah apa yang disabdakan Rasul SAW:

ما من يوم إلا وبعده شرّ من أمسه

Artinya:
Tugas da'wah yang merupakan tugas mulia sebagai warisan Rasul, sudah tercemar, dan banyak disalah gunakan, banyak dikalangan ulama yang mengaku Da'i ilallah -seperti kita saksikan di TV-membiarkan campur baur antara laki dan perempuan, dengan dalih "daripada buta tentang agama sama sekali sehingga nasehat tinggal nasehat, masuk telinga kanan keluar telinga kiri"

ما كان من القلب وصل إلى القلب وما كان من اللسان لم يجاوز الأذان

Padahal jauh-jauh hari Rasul SAW sudah memperingatkan dengan sabda beliau:

من حاول امرا بمعصية كان ابعد لما رجا واقرب لمجئ ما اتقى

Artinya:
Barang siapa yang mengusahakan sesuatu (kebaikan) di barengi dengan maksiat maka kebaikan yang ia harapkan jauh dan lebih dekat mendatangkan apa yang ditakutkan (musibah).

Ditandai dengan dekadensi moral yang kita saksikan saat ini, penghambat dan penghalang da'wah yang menggunung, baik itu dari dalam (Islam sendiri) maupun dari luar (non Islam), yang kita harapkan saat ini adalah:

لايزال طائفة من امتي ظاهرين على الحق (الحديث)

Masih adakah thaifah (sekelompok orang) yang menjelaskan haq (kebenaran) mau mengajak umat ke jalan Allah, ditengah tantangan zaman? "ibarat mengail di air yang keruh". Walau tak banyak yang dapat kita harapkan, namun kewajiban kita sekarang berusaha menjadi bagian dari thaifah tersebut.

Perjalanan da'wah saat ini ibarat jalannya keong, sementara lawan lari bak jet tempur, tapi da'wah Islamiyah akan terus berjalan. Santri sebagai elemen yang mempunyai banyak kesempatan dalam bidang ini diharap jangan "Oper persneleng" (pindah profesi), bersabar dan tekun dalam mendidik umat bagaimanapun aral merintang. Masalah rezeki jangan terlalu dipikirkan karena itu semua sudah terjamin dari Allah SWT:

ومن يتق الله يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث لايحتسب

Artinya:
Beliau (Ust. Ihya' Ulumuddin) juga sempat bercerita, kalau beliau pernah ngutang nafkah istri selama lima belas hari, sebelum akhirnya datang tamu tak dikenal dan memberikan sejumlah uang persis seperti jumlah kebutuhan pada saat itu. Beliau juga berwasiat bahwa: "Jika anda benar-benar ikhlas berda'wah, maka jangan takut fakir (kekurangan) karena da'wah ini adalah wadlifah (tugas rasul) dan tidak ada seorang pun dari Rasul Allah yang fakir (walau awalnya fakir, tapi itu adalah proses, dan tidak kita dapati akhir dari kehidupan mereka dalam keadaan fakir). bahkan abuya al Habib Muhammad bin Alwi al Maliki menambahkan "barang siapa yang menyatakan para anbiya itu miskin maka ia telah kafir". karena miskinnya meraka itu ikhtiari (di inginkan) bukan ittirari(terpaksa). Kenapa ustadz selalu mewanti-wanti tentang rezeki? Karena hal inilah yang banyak menghambat laju santri sebagai penerus lisan Nabi Muhammad saw.

Selain itu santri harus tahu bahwa jika ia sudah terjun ke masyarakat itu berarti ia "memulai dari nol kembali" bagaimana tidak, saya yang dulu di Makkah sudah mempelajari '' Kutubus sittah'' (kitab hadist) ketika sampai di sini (indonesia) saya harus mengajar A-Ba-Ta, ujar beliau. Beliau berkisah: ketika mulai menyewa rumah di suatu kawasan di Surabaya, ternyata kampung yang beliau masuki ini masyarakatnya minim / nol dalam masalah agama. Namun walau demikian beliau selalu istiqomah ke musholla di samping rumah, mendirikan sholat berjamaah bersama keluarga, kemudian ada 2 orang ikut dan begitu seterusnya bertambah dan bertambah. Inilah contoh proses berda'wah, harus sabar dan telaten, tak kenal lelah, dan tak boleh putus asa.

Ingat ! meski lingkungan sudah tidak mendukung serta sarana tidak lagi memadai, namun semangat pantang surut terus, bersabar dengan menjaring bila dapat walau satu, harus di syukuri dan bila tidak, maka sabarlah. Mungkin untuk mewujudkan ' Negara Islam' seperti dulu, hanya tinggal menunggu keluarnya pemimpin adil 'Al Mahdi'. Namun sangat tidak di benarkan bila muncul dari kalangan Cendikiawan muslim kita menyatakan "Tak usah mendirikan Negara islam, tapi mari kita memasyaratkan Islam". Apa bisa memasyaratkan Islam di tengah masyarakat yang sudah menganut Non-Muslim (Barat), apa bisa melawan arus kemungkinan yang sangat dahsyat? Sungguh tak dapat kita bayangkan 10 atau 20 tahun ke depan, bagaimana anak cucu kita? Bukankah para ahli berkata kalau pengaruh orang tua dalam pendidikan anak itu cuma 20% sementara yang 80% adalah pengaruh lingkungan. Hanya penerapan Hukum Islam yang bisa menjawab itu semua. Karena rambu-rambu Islamlah yang sanggup menetralisir dunia global yang sudah mempertuhankan "kebebasan".

Manhaj Nubuwah memilki beberapa karakteristik, dimana seorang da'i harus paham dan mengerti serta mampu mengaplikasikan dalam diri dan lingkungannya. Karakterisktik dakwah adalah al Quwwah Ar Ruhiyyah yang tertanam dalam hati seorang da'i. Dimana seorang da'i adalah orang yang ta'ammuq fil qouly dan fi'ly bukan seorang yang pandai berceramah saja, akan tetapi kualitas ruhiyyahnya kosong.

Dari situ bisa dicontohkan ketika salah seorang sahabat rasul ketika setelah pulang dari peperangan bahwa bapak, paman, serta keponakannya telah meninggal dimedan perang, kemudian shahabat tersebut menjawabnya dengan: "Alhamdulillah aldzi ja'ala Allah syahidan alaihim" ini salah satu jawaban yang luar biasa, yang diungkapkan oleh sahabat Rasul, karena sahabat adalah salah satu diantara golongan .

Penulis: Abdul Mun'im Intisari mauidloh KH. Ihya Ulumuddin


Alamat Redaksi: Jl. Raya Raci No. 51 Bangil Pasuruan P.O. Box 08 Bangil Pasuruan Jatim Indonesia. Telp. 0343-745317/746532 Fax. 0343-741-200
e-mail redaksi_albashiroh@yahoo.co.id.